Minggu, 17 Juli 2011

Tafsir Dan Ajian Mantra Qulhu Sungsang

[Kulhu Sungsang,
Rajah Iman,
Kudungku malaikat Jibril,
Tekenku kang nuntun Nabi Muhammad
laa ilaha illallah muhammadur rasulullah Shollallahu ngalaihi wasallam.]


“Kulhu Sungsang” merupakan bacaan niat sebagai penekanan Sugesti diri sebelum membaca keseluruhan ajian Kulhu Sungsang ini. Seperti halnya dalam ajian-ajian lain, misalnya diawali membaca “Sun Amatek Aji…” atau “Niat Ingsun matek ajiku…” dan sejenisnya.

Disini makna dari “kulhu sungsang” adalah ilmu gaib yang mengakibatkan segala bentuk kejahatan magis seperti santet, semakin terhijab (tertutup) dan terjungkir  sasarannya dari orang yang hendak dituju. Artinya ilmu Kulhu Sungsang sejatinya bukan untuk mengembalikan santet agar berbalik menghantam kepada orang yang menyantet. Tidak seperti yang telah dipahami masyarakat selama ini. Jika ingin bermaksud mengembalikan santet, maka ada ilmu tersendiri yaitu Kulhu Buntet atau lebih dikenal dengan sebutan Aji TanggulBalik.

“Rajah Iman”: Rajah bisa diartikan tulisan-tulisan yang dijadikan sebagai piranti / prasarana / media dalam ilmu-ilmu gaib. Jadi “rajah iman” bermakna: yang dijadikan sebagai piranti gaib dari sang pemilik ilmu Kulhu Sungsang adalah IMAN. Keimanan kepada siapa? Tentunya kepada Gusti Allah SWT. Karena pada hakekatnya “tiada daya dan kekuatan kecuali pada Allah”. Tapi daya dan kekuatan itu telah dijadikan kodrat bagi makhluk-NYA. Dan seperti kita ketahui, makhluk-makhlukNYA (malaikat, jin, manusia, bahkan alam semesta) mewujudkan daya dan kekuatan dari Tuhan itu dalam bentuk yang berbeda-beda.

Daya-daya siapa sajakah yang dihadirkan dalam ilmu Kulhu Sungsang ini? Maka diterangkan dalam rapal mantera berikutnya, dengan bacaan: “kudungku Malaikat Jibril”.

“Kudung” atau bahasa lainnya “kerudung” adalah sesuatu yang digunakan untuk menyelimuti bagian badan (biasanya dipakai dikepala). Disini penggunaan kata “kudung” lebih berarti menyelimuti seluruh badan sang pemilik ilmu Kulhu Sungsang. Jadi bukan menyelimuti sebagian badan atau kepala saja, tapi seluruhnya.

Hal ini sesuai dengan budaya bahasa mantera di Jawa. Tengoklah seperti dalam Ajian WEWE PUTIH yang berbunyi: “…kudungono mego mendhong cat tan katon…” Ajian Wewe Putih adalah ajian yang membuat badan pemiliknya jadi samar / tidak kelihatan oleh musuh. Kata “kudungono” dalam rapal mantera itu berarti menyelimuti seluruh tubuh. Tidak hanya kepala saja yang tak kelihatan (menghilang) tapi seluruh tubuhnya. Itu artinya penggunaan kata “kudung” dalam mantera Jawa bermakna menyelimuti seluruh tubuh.

Kudung dapat berupa kain, daun, plastik atau jenis benda materi lainnya, tapi juga bisa berupa nonmateri, seperti energi gaib, cahaya, sinar atau aura yang menyelimuti tubuh.

Disini daya malaikat Jibril dihadirkan sebagai “kudung” atau kerudung. Berangkat dari kisah Nabi Muhammad SAW suatu ketika pernah terkena sihir dari Labid bin Al-A’sham dari Bani Zuraiq, sekutu Yahudi. Kemudian malaikat Jibril hadir dan membacakan doa mantera (merukyah) untuk melepas ikatan sihir tersebut. Dan akhirnya Nabi pun selamat dari sihir itu. Jadi seolah-olah Nabi senantiasa mendapat pengawalan gaib dari malaikat Jibril dalam dirinya (tentu dengan ijin Allah SWT).

Dengan menyakini sepenuhnya bahwa daya Malaikat Jibril juga akan menyatu menyelimuti (meng-kerudungi) pembaca ajian KULHU ini, maka diri si pembaca atau pemilik ilmu Kulhu Sungsang ini juga akan terlindungi / selamat dari sihir, santet, tenung dsb, sebagaimana Nabi pernah selamat dari sihir dengan bantuan dari malaikat Jibril.

Kemudian Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dihadirkan sebagai daya “teken” (tongkat). “tekenku Nabi Muhammad… dst”

Teken (tongkat) biasanya dipakai oleh orang yang lanjut usia / lemah badannya, untuk menopang badannya agar tidak ambruk demi kelangsungan hidupnya.

Teken (tongkat) biasanya juga dipakai oleh para jawara, orang sakti sebagai senjata atau pusaka.

Teken (tongkat) biasanya juga dipakai oleh para pejabat / raja (tongkat Komando) sebagai penambah aura kewibawaan / meninggikan derajat atau sebagai anugerah kehormatan dari Pangeran / Raja.

Teken (tongkat) biasanya juga dipakai oleh orang buta, sebagai penuntun jalan.

Rapal “Tekenku Nabi Muhammad” bukan berarti Diri badan Nabi dijadikan sebagai tongkat (teken), tetapi ajaran yg dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang dijadikan sebagai tongkat penuntun jalan (pedoman hidup) yang dapat meninggikan dejarat orang yang mengimaninya sebagai salah satu anugerah dari Gusti Pangeran (Tuhan Yang Maha Kuasa) sekaligus sebagai senjata melawan musuh (orang jahat/kafir/jin), untuk menopang kelangsungan hidup.

Kemudian rapal mantera ditutup dengan shalawat Nabi, sebagai bentuk rahmat (keselamatan).

Maka seseorang yang didalam jiwanya telah mengerti hakikat sejati dari ilmu Kulhu Sungsang ini, maka tiada lagi ketakutan kepada makhluk halus. Ketika dalam perenungan ritual Patigeni, dalam gelapnya ruangan, terpancarlah NUR (cahaya) gaib yg menyelimuti diri, seperti lentera yang cahayanya menyilaukan, hingga membuat silau mata makhluk halus, santet, tenung dsb, akhirnya terjungkirlah (sungsang) tidak mengena sasaran.

Sebenarnya Ajian Kulhu Sungsang ini tidak berdiri sendiri, masih harus dilengkapi dengan 3 ajian Kulhu lainnya. Karena merupakan satu benteng yang saling terkait. Dan mempunyai posisi pada lapisan-lapisan tersendiri yang tidak bisa dibolak-balik. Namun penjabaran dari saya cukupkan sekian dulu.

Mohon maaf kepada para pinisepuh ahli mantera apabila saya salah dalam menjabarkan. Semata-mata merupakan hasil dari kajian pribadi saya selama pengembaraan ngelmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar